Apa kiranya kata yang terucap ketika kita menyaksikan fenomena pohon ini. Sebuah pohon beringin yang tumbuh di tengah pemakaman umum di desa Rejasa, Kecamatan Madukara, Kabupaten Banjarnegara, sebenarnya secara umum tak beda dengan kebanyakan pohon beringin lainnya, ia memiliki batang pohon yang besar serta rerimbunan dedaunan.
Melihat tempat hidupnya serta besarnya pohon
beringin ini, rasanya mustahil ada orang yang iseng, naik ke atas pohon,
memotong ranting dan dahannya, membentuk pohon beringin ini menjadi sebuah
pohon yang berbentuk menyerupai bentuk seekor gajah. Juga mustahil rasanya apabila
pohon ini dibentuk dari kecil oleh seseorang, untuk kemudian si pembentuk
berharap ketika besar pohon ini akan tetap berbentuk sesuai yang dibentuknya
ketika ia masih kecil.
“Pohon Gajah”, inilah julukan yang digunakan
oleh seorang anak kecil ketika ia pertama kali melihatnya dan berteriak teriak untuk
memberitahukan “penemuannya” kepada ayahnya. “Abi….!! Ada pohon gajah !!! Abi, ada pohon gajah !!!” teriak anak tersebut
ketika itu. Abi, adalah sebuah panggilan seorang anak kepada ayahnya, selain
dengan sebutan ayah, bapak, abah, ayahanda dll.
Ketika kita perhatikan pohon
tersebut memang mirip bentuk seekor gajah, ia memiliki bentuk belalai, bentuk kepala,
dan bentuk badan yang cukup proporsional untuk disebut sebagai “pohon gajah”.
Hanya barangkali kurang satu hal yang belum terdapat pada pohon ini, yaitu
bentuk telinga gajah yang juga menjadi trade mark seekor gajah. Akan tetapi,
kekurangan “telinga” tersebut tidaklah lantas mengurangi fenomena “pohon gajah”
yang cukup pantas disematkan kepadanya.
“Pohon Gajah” ini akan terlihat
jelas apabila dilihat dari arah sebelah timur, sekitar jembatan sungai Serayu
dari arah Gayam, yang menjadi perbatasan Kecamatan Banjarnegara dan Kecamatan
Madukara. Atau dapat juga dilihat dari sekitar SMPN 3 Banjarnegara, terutama
akan tampak jelas apabila pepohonan albasia yang menghalangi pemandangan ke
arah “pohon gajah”” tersebut disingkirkan.
Bagi seorang muslim, fenomena
bentuk “pohon gajah” adalah salah satu sarana tadabbur alam / memikirkan alam
ciptaan Allah SWT, karena tidak mungkin hal tersebut terjadi dengan sendirinya.
Sebagaimana fenomena alam lainnya seperti gunung yang menjulang, laut yang luas
membentang, ombak yang tenang dan yang tinggi bergelombang, atau hamparan tanah
yang kering kerontang, tentunya ia terjadi karena ada yang menghendakinya
terjadi. “Kun, fayakun”, ketika Allah
SWT sudah berkehendak sesuatu terjadi, maka terjadilah ia, tanpa ada satu
halpun yang bisa menghalanginya.
Maka bagi seorang muslim,” Subhanallah” adalah rangkaian kata
yang paling pantas untuk diucapkan ketika ia melihat fenomena fenomena alam
yang menakjubkan. Subhanallah,
disamping sebuah kalimat dzikir qouliyah (dzikr dengan ucapan), ia juga
merupakan pertanda kedalaman berfikir seseorang akan esensi penciptaan alam
semesta, bahwa alam semesta ada yang menciptakan dan ada yang mengatur hingga detail
detail di dalamnya.
Subhanallah, juga merupakan sebuah bentuk pengakuan seorang hamba
akan kedigdayaan Sang Maha Pencipta, bahwa Allah SWT Maha Sempurna akan segala
ciptaan-Nya, sementara dirinya hanyalah seorang hamba yang lemah dan sedikit
ilmunya. Subhanallah, juga merupakan
sebuah pengakuan akan kelemahan diri seorang hamba, bahwa ia membutuhkan
pertolongan Allah SWT dalam mengarungi dan menyelesaikan tugas kehidupannya di
dunia.
Dalam Al Qur’an surat Ali Imron {3} : 190-191 Allah SWT berfirman :
“ Inna fii kholqis samaawaati wal ardhi, wakhtilaafil laili wan nahaar,
la aayaatil li ulil albaab. Al ladziina
yadz kuruunallaaha qiyaaman, wa qu’uudan, wa ‘alaa junuubihim, wa
yatafakkaruu na fii kholqis samaa waati
wal ardh. Robbanaa maa kholaqta haadza baathila, subhaanaka faqinaa ‘adzaa ban
naar”
“Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi, serta dalam perputaran malam dan siang, ada tanda tanda bagi
orang yang berfikir (ulil albaab). Yaitu orang-orang yang mengingat Allah SWT
baik dalam keadaan berdiri, duduk, maupun berbaringnya mereka memikirkan
penciptaan langit dan bumi. Mereka berkata
: Yaa Robb kami, sesungguhnya apa yang Engkau ciptakan tiada yang sia-sia, maka
lindungilah kami dari siksa api neraka”
Banjarnegara City, 10 April 2012
15.00 wib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar